
Begitu mata bertemu mata, GLODHAK! Jantung gedubrakan, peluh membulir, dan waktu tiba-tiba lumpuh. Di mata lo hanya ada dia, orang-orang di sekitar lo bagai manekin. Out of the blue, wajahnya terlihat begitu manis, tubuhnya terlihat begitu sempurna, dan… OOOH! Seakan lahar siap membuncah dan membakar tubuh, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Itulah jatuh cinta. Dan kita selama ini cuma bisa mendeskripsikannya lewat metafora. Aslinya?
Ketika jatuh cinta, dopamin alias hormon hepi-hepi sontak melonjak. Dopamin juga merangsang produksi hormon norepinefrin yang–seperti halnya adrenalin–meningkatkan detak jantung dan bikin girang. Norepinefrin identik dengan peningkatan atensi, memori jangka pendek, hiperaktifitas, susah tidur, dan perilaku yang berorientasi pada tujuan. Itu sebabnya, di benak orang-orang yang baru jatuh cinta, dunia serasa milik berdua, orang lain mah ngontrak!
Norepinefrin dijumpai aktif pula di otak para pecandu kokain saat mereka sedang teler. Itu sebabnya, orang yang jatuh cinta cenderung nekat demi orang yang dicintainya, sekaligus tergantung (dependen) pada orang yang dicintainya. Kinda addictive, huh?
Juga pada tahap ini, hormon serotonin berkurang. Kondisi serupa dialami pengidap obsesif kompulsif (= kompleksitas di mana pengidapnya tergila-gila akan kesempurnaan dan keteraturan, tonton saja serial Monk atau film As Good As It Gets untuk lebih jelasnya). Itu sebabnya, orang yang baru jatuh cinta, untuk sebuah kencan klasik (nonton film + dinner) saja dandannya habis-habisan. Begitu menikah, daster dan kolor jadi seragam wajib, wakakakaka…
Begitu Bulan Madu Berakhir…
Sejumlah peneliti yakin, setelah kurun waktu tertentu, bervariasi antara 18 bulan hingga 4 tahun, tubuh kita jadi terbiasa dengan stimulan cinta ini. Tubuh yang beradaptasi terhadap reaksi-reaksi di sekitar maupun di dalamnya, lambat laun membentuk semacam toleransi terhadap stimulan cinta ini, dan gairah seksual pun memudar. Dampaknya bercabang ke 2 kemungkinan: lebih terikat dan berkomitmen untuk setia, atau putus. Inilah sebabnya mengapa 18 bulan hingga 4 tahun pertama pernikahan dianggap sebagai masa krusial yang menentukan langkah berikutnya: makin langgeng atau talak tiga.
Selingkuh atau Setia?
Mungkinkah pada dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan untuk selingkuh? Penelitian Dr. Gian Gillian menjawab mantap, “Tidak, kalau yang dimaksud itu adalah selingkuh hati alias pengkhianatan atas komitmen untuk setia.” Cinta bikin hubungan kian awet, sementara gairah seksual lekas mereda.
Seorang mahasiswa yang memiliki pacar diminta menulis tentang pacarnya; di sampingnya diletakkan sebuah foto cewek lain, tentu dengan kualitas fisik menggiurkan. Tiap kali perhatiannya teralihkan ke foto itu, dia harus membubuhkan tanda centang di atas tulisannya. Dan rupanya, cukup banyak tanda centang tertoreh.
Di sesi kedua dia diminta melakukan hal yang sama. Hanya saja, yang dituliskannya terfokus pada segala hal baik mengenai pacarnya, termasuk kenangan indah yang pernah mereka alami bersama. Tanda centang itu berkurang drastis.
Penelitian ini menunjukkan, tidak ada gunanya cewek bersikap kelewat posesif dan cemburu buta terhadap pacarnya. Sesekali cowok, siapa pun dia, bisa dan akan tertarik pada cewek lain karena fisik belaka. Tapi kalau cinta sudah mendekam dalam hatinya, cowok susah berpaling ke lain hati.
Dr. Helen Fisher pun sepakat mengenai hal ini. Bahkan, dia menyarankan agar seks dilakukan atas nama cinta. Cinta merangsang produksi hormon oksitosin, yang menimbulkan rasa aman dan nyaman, sehingga keterikatan dan komitmen untuk setia pada pasangan semakin kuat terbentuk. Semua ini membantu mempercepat dan menyempurnakan kualitas orgasme
0 komentar:
Posting Komentar
Dapatkan Solusi yang terbaik.....