Photobucket

Selasa, 14 Juli 2009


INILAH titik paling panas dalam Pemilu kali ini. Mangunsarkoro dan Cikeas. Mangunsarkoro adalah posko utama Jusuf Kalla. Letaknya di Menteng. Pusat kota Jakarta. Sedang Cikeas posko utama SBY. Letaknya di Bogor, Jawa Barat.
Kamis petang pekan ini, petinggi media massa berkumpul di Mangunsarkoro. Mereka diundang Kalla.


Diawali makan malam acara itu dilanjutkan tanya jawab wartawan dengan sang calon presiden. Kalla berkisah panjang lebar soal pemilihan presiden. Walau dirubung suasana kekalahan, Kalla masih rajin melempar guyonan. Suasa dipenuhi gelak tawa.
Di Cikeas, wartawan, tim sukses dan sanak kerabat SBY tumpah di pendopo. Kamera wartawan menyiram calon presiden yang disokong sejumlah partai itu. Petang itu semua media memberitakan bahwa Kalla segera memberi selamat kepada SBY via telepon.


Di Mangunsarkoro Jusuf Kalla pamit sebentar kepada para petinggi media. Lalu menelepon SBY. Kalla mengucapkan selamat. SBY berterima kasih.
Disiarkan langsung sejumlah televisi, anggota tim Kalla sempat protes. “Itu seperti jika saya menelepon anda, dan anda buka ke publik. Tidak etis,” kata Effendi Ghazali, pakar komunikasi UI yang bergabung di kubu Mangusarkoro. Tapi Kalla meredam, “Beliau sudah minta ijin”.
Etis atau tidak, telepon Jusuf Kalla dinilai sebagai sikap bijak. “Itu membuktikan JK seorang negarawan,” kata Din Syamsuddin, Ketua Muhamadyah. Para petinggi Cikeas juga gembira menyambut ucapan selamat itu
.



Dan hari-hari ini Cikeas terus bergembira. Dua tenda besar gagah berdiri di halaman samping rumah. Sepuluh televisi besar menyala di Pendopo. Satu televisi berukuran raksasa menancap di dinding.
Karangan bunga ucapan selamat berderet
.


Setelah pasangan SBY dan Boediono menang dalam semua quick count lembaga survei, orang-orang hilir mudik di halaman itu dengan wajah bahagia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang baru mengumumkan sang pemenang tiga pekan lagi, 27 Juli 2009. Tapi hasil hitung cepat semua lembaga survei, pasangan SBY dan Boediono sudah menang.


Lihatlah hasil hitung cepat KPU sendiri. Hitung cepat ini mengunakan Short Masage Service (SMS). Jumlah suara terkumpul 18 juta.
Pasangan SBY- Boediono menang telak 61 persen.Adapun pesaingnya, Mega-Prabowo memperoleh 29,3 persen, dan JK-Wirano mendapat 9,7 persen. Hitung cepat Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukan SBY-Boediono menang dengan 60 persen suara, Mega-Prabowo mengantongi 28 persen, dan JK-Wiranto 12 persen. Hasil jajak pendapat sejumlah lembaga lain kurang lebih sama.***Pemilu Legislatif dan pemilihan presiden 2009, ditandai gejala melemahnya mesin politik dua partai raksasa, Golkar dan PDI Perjuangan. Golkar adalah jawara Orde Baru. Dan PDI Perjuangan menjadi jawara sesudahnya.
Dalam masa pemerintahan Orde Baru, politik di negeri ini diwarnai dengan dominasi Golkar yang memang disokong penuh pemerintah. Ketika itu, pengaruh Soeharto sebagai sosok penguasa sangat menentukan kedigdayaan Golkar.
Termasuk menerapkan monoyalitas pegawai negeri. Dalam setiap pemilihan umum, partai ini berjaya di bilangan 60-70 persen. Seluruh daerah dikuasainya.Setelah kekuasaan Soeharto runtuh, kekuatan Golkar bergeser ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Dalam Pemilu 1999, PDI Perjuangan memperoleh 33,74 persen suara dari 105 juta pemilih, sedang Golkar 22,44 suara. Sisanya terbagi untuk 46 partai lainnya. Mega terpilih sebagai wakil presiden mendampingi Abdurrahman Wahid.Golkar meraih kembali kejayaannya dalam Pemilu 2004. Mengalahkan 23 partai memperebutkan 113.462.414 suara pemilih, Golkar mendapat 21,58 persen suara. PDIP tergeser ke posisi kedua dengan 18,53 persen suara. Kemudian PPP 8,15 persen suara. Sisanya terbagi untuk 21 partai lain. Si pendatang baru, Partai Demokrat, meraup 7,54 persen suara. Golkar menang di hampir semua provinsi, kecuali di Jawa Tengah dan Bali yang menjadi kantong PDI-P. Adapun Jawa Timur masih memilih Partai Kebangkitan Bangsa yang didirikan Abdurrahman Wahid.Sukses di Pemilu legislatif, dua partai raksasa itu rontok di pemilihan presiden. Pasangan SBY dan Kalla keluar sebagai pemenang. Kemenangan SBY dan Kalla memang fenomenal. Sebab partai Demokrat yang mengusungnya cuma dapat 7,54 persen suara.Setelah berkuasa, popularitas SBY ikut mengkatrol nama Partai Demokrat. Sosok JK sebagai Wakil Presiden dan Ketua Umum Golkar tak mampu mengangkat pamor partainya. Bahkan dalam fase ini, Golkar mulai tercerai berai.

Ada yang ikut ke Partai Hanura yang didirikan Wiranto. Ada pula yang bergabung dengan Gerindra yang dibesut Prabowo Subianto. Mereka yang bertahan di bawah beringin juga terpecah belah.Perpecahan itu, kata sejumlah petinggi Golkar, mulai mendidih dalam Pemilu 2009 ini. Sebagian masih di barisan Kalla, ada yang di posisi Surya Paloh, dan sejumlah petinggi menilai bergabung dengan SBY adalah pilihan realistis.
Kondisi yang kurang solid ini menjadi salah satu penyebab rontoknya perolehan suara Golkar pada pemilu legislatif 2009. Golkar hampir kalah di semua wilayah yang dikuasai dalam Pemilu 2004.
Dari 104 juta pengguna hak suaranya hanya mencontreng Golkar sebeanyak 14,45 pemilih, hilang hampir seperempat perolehan suara pada pemilu 2004 (21,58 persen). Perpecahan Golkar kian runcing pada Pilres 2009. Surya yang semula berada pada kubu sendiri, menyatu dengan JK yang telah dicalonkan oleh Golkar sebagai calon presiden. Namun yang merapat ke SBY, seperti Muladi (Ketua Golkar) dan Agung Laksono (Wakil Ketua Umum Golkar) tak goyah dengan sikapnya. Kendati tak menyebut nama, Fahmi Idris (Ketua Golkar) yang menjadi Ketua Tim Sukses JK, secara gamblang mengakuinya. “Kau di sana, aku di sini. Buah semangka berdaun sirih,” begitu Fahmi bertamsil. “Ada yang malu-malu, ada yang terang-terangan berada di sebelah sana (SBY),” katanya. Akibatnya Golkar kehilangan semua wilayah gemuknya. Dan SBY-Boediono menyapu kemenangan di hampir seluruh provinsi di negeri ini, kecuali di Sulawesi (JK) dan Bali (Mega). ***
Selain keretakan Golkar, kemenangan SBY-Boediono juga disebabkan berpindahnya jutaan pemilih ke pasangan ini. Jika dalam Pemilu legislatif mereka memilih Golkar, PDI Perjuangan dan partai lainnya, dalam pemilihan presiden mereka memilih SBY-Boediono.
Menurut hasil survey LSI, pemilih pada Pemilu Presiden 2009 sama sekali tidak menghiraukan sentimen primordial seperti suku, agama, asal daerah, atau permintaan para elit organisasi massa. “Pemilih Indonesia telah lebih rasional dalam membuat keputusan politik,” kata Saiful Mujani. “Mereka lebih mempertimbangkan perbaikan ekonomi.”Menurut suvei LSI, JK-Wiranto hanya dicontreng separuh pendukungnya, sebab sebanyak 41 persen berpindah memilih SBY.
Menurut survei LSI, hanya 40 persen pendukung Golkar yang mendukung JK-Wiranto. Begitu juga dari Hanura, hanya 41 persen yang mencotreng JK-Wiranto. Sisanya beralih ke SBY-Boediono.Pasangan SBY-Boediono juga mendulang suara dari PDI Perjuangan dan Gerindra. LSI menyebutkan ada 22,6 persen pendukung Mega-Prabowo yang justru memilih pasangan SBY-Boediono. Selain berpindahnya para pemilih itu, kemenangan SBY-Boediono juga mendulang suara dari kaum mengambang.
Golkar yang retak dan berpindahnya sejumlah pemilih itulah yang mengantar SBY-Boediono ke pucuk Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Dapatkan Solusi yang terbaik.....